Ads 468x60px

Wednesday, May 2, 2012

Dian Pelangi


Setelah menonton sebuah acara di salah satu stasiun tv, yang isi liputanya tentang sosok seorang perancang busana muslim, lalu seacrhing artikelnya di google, Ini dia Dian Pelangi, Umurnya masih muda, lahir Januari 1991. Tapi dalam usia belia, dia sudah mencapai apa yang orang seusia dia baru bisa memimpikannya. Dia sudah memimpin bisnisnya sendiri, diundang dalam ajang internasional, traveling keliling dunia, dan bahkan dia sudah menikah dengan laki-laki idamannya.



And she is a believer. Banyak perempuan muda yang sukses tapi tanpa didasari nilai moral yang kuat. Mereka sukses tapi akhirnya terjerat berbagai kasus memalukan; hamil, video porno, dll. Tapi dia malah memilih menikah muda meskipun masa depan karirnya merentang luas, dan terbukti, dia malah tambah beken setelahnya.


Well, dia adalah Dian Pelangi, alias Dian Wahyu Utami, seorang perancang busana muslim yang lagi naik daun. Gak sengaja follow twitternya semingguan lalu, ternyata dia udah ada di mana-mana. Udah masuk Jawa Pos, udah jadi duta AMD Rising Stars (AMD = processor saingannya Intel), udah tampil di Jakarta Fashion Week.



Dian punya segala yang inginkan sebagai seorang perempuan muslim-muda-modern. Cantik, modis, cerdas, punya karier, dan laki-laki idaman. Mungkin dia sedikit lebih beruntung karena terlahir di keluarga mapan yang mempercepat kesuksesannya di usia muda, tapi saya rasa dia sudah berhasil menjadi seorang idola baru. She shows that to be a progressive women believer is not impossible.

Orang sudah terlanjur menstigmakan perempuan muslimah seperti orang kolot, pasif, tertindas, dan hidup dalam kungkungan keluarga. Padahal ya nggak gitu-gitu amat.




Apakah perempuan bebas berarti harus mau mengeksploitasi tubuhnya dengan berpakaian terbuka? Apakah perempuan bebas juga harus menjunjung seks bebas? Apakah perempuan bebas harus mengejar karir sampai puncak dan tidak menikah apalagi memilik anak?

Dian Pelangi menunjukkan bahwa jawabannya adalah enggak. Bagi perempuan muslim muda yang hidup dalam modernitas, nilai-nilai agama kerap terbentur dengan pergantian zaman. Bisa nggak sih tetap ngeksis, gaul, cerdas, dan terbuka tanpa harus ikut2an dugem, party—tanpa harus mengorbankan nilai-nilai moral religius?

Sebenarnya sedih lho melihat perempuan2 muda muslim di Indonesia kekurangan panutan. Ada beberapa temen yang dulu satu sekolah di madrasah, sekarang karena pengin keliatan gaul dan eksis jadi ikut2an minum, nongkrong2 nggak jelas, tapi gak punya prestasi. Kehilangan jati diri.



Padahal prinsip hidup itu penting. Kita bisa bergaul dengan siapa saja, terbuka menerima pemikiran apa saja, tapi selama kita pegang teguh prinsip kita itu, kita nggak akan terpengaruh. Obah tapi gak owah. Fleksibel tapi tegas.



Tentu banyak dari kaum perempuan muslim pingin punya bisnis sendiri, pingin traveling keliling dunia, dan pingin menikah dengan laki-laki yang saleh. merasakan bisa bahagia dunia akhirat..


Dian menghabiskan waktu berkeliling ke banyak negara, untuk memamerkan rancangan terbaru. Di negara-negara yang disinggahi --termasuk dalam International Fair of the Muslim World di Le Bourget, Paris, Prancis Desember lalu -- karya wanita berzodiak Capricorn ini laris manis! Si perancang muda ini juga bertabur prestasi, tembus 25 besar Swarovski Crystallized Contest dan 10 besar Lomba Rancang Busana Muslim Fashion Show di acara Moslem Fashion and Gala Dinner di Melbourne, Australia. Menunjukkan Jati Diri Bangsa



Dunia tata busana sudah diakrabi Dian sejak kecil. Dian, yang lahir di Palembang, 14 Januari 1991, anak pengusaha tekstil. Suatu ketika, si ayah pindah ke Pekalongan untuk membuka pabrik tekstil. Di Kota Batik itulah jiwa seni Dian lahir. Termasuk ketika orangtua memasukkan ke SMKN 1 Jurusan Tata Busana.

Awalnya Dian malu. Namun orangtua memiliki pertimbangan. Kedua orangtua sering memerhatikan Dian menggambar desain baju. Bakat alami itulah yang berusaha ia asah di bangku sekolah. Lulus sekolah, giliran orangtua yang memberi tantangan supaya Dian mengurusi butik muslim milik ibunya, Dian Pelangi. Padahal, waktu itu usia Dian baru 16 tahun.

Tantangan itu dijawabnya. Sekaligus ajang pembuktian, hijab tidaklah membosankan. “Di mata saya, busana muslim itu bukan didesain, tapi di-style,” tutur Dian. Sembari mengurusi butik, Dian melanjutkan pendidikan di sekolah mode ESMOD, Jakarta.



Tahun 2009 menjadi milik Dian setelah beberapa karyanya mendapat apresiasi di Jakarta Fashion Week. “Dampak JFW bagus sekali. Waktu itu saya bikin celana harem, coat, kardigan, dan lainnya. Dan dianggap trendi. Tapi saya juga ingin menunjukkan jati diri Indonesia lewat motif tie dye atau jumputan, salah satunya. Yang biasa saya pakai motif jumputan dari Palembang, meski dari Kalimantan juga ada. Saya pakai pengrajin sendiri untuk membuatnya,” kenang Dian.

Kreativitas ini diganjar masyarakat dengan banyaknya permintaan baju di butik Dian Pelangi. Kini, Dian memiliki beberapa lini, Dian Pelangi untuk kelas eksklusif, dengan harga Rp 800 ribu hingga 5 juta; DP by Dian dengan konsep lebih kasual dan harga yang terjangkau; Dian Pelangi Kids untuk anak-anak; dan Dian Pelangi Bridal yang khusus merancang busana pengantin.



JFW juga membuat Dian banjir undangan memamerkan karya di mancanegara. Sebelum terbang ke luar negeri, Dian selalu melakukan survei kecil-kecilan untuk mengetahui budaya dan tren yang sedang berkembang di negara yang dituju. Dengan mengikuti perkembangan budaya inilah, karya Dian diterima masyarakat dunia. “Di Dubai, rancangan saya sold out. Saya membawa batik warna hitam, dengan bling-bling pakai kristal Swarovski, sesuai selera mereka. Sebelum berangkat, saya pernah diberi tahu perancang yang lebih senior, jangan bawa banyak karena mereka enggak menyukai rancangan kami. Tapi saya mencoba mencari tahu selera konsumen di sana dan alhamdulillah berhasil,” kenang Dian.




“Saya ingin membuat rancangan yang multifungsi. Misalnya, celana harem bisa jadi rok dan jumpsuit atau kardigan yang bisa dimodifikasi hingga 15 model. Saya juga ingin, tanpa labelnya terlihat pun, orang tahu itu rancangan saya. Warna-warna shocking saya pakai untuk kerudung. Untuk baju, colorful. Tapi untuk usia dewasa, tidak terlalu berwarna-warni tapi saya sering menambahkan payet,” dia menggambarkan garis rancangannya

Di luar negeri, tak hanya wanita Muslim yang kagum dengan karya Dian. Yang non-Muslim pun memberikan apresiasi tinggi kepada wanita penyuka lagu-lagu Melayu ini. Karya Dian diakui bisa diaplikasikan untuk segala kalangan.


Semoga tulisan ini menginspirasi kalian..



sumber http://umihabibah.com & http://hiburan.plasa.msn.com
»»  Baca Selengkapnya...